Lampung Timur — Suara tawa dan tepuk tangan terdengar riuh di Sekretariat Teras Baca Kaliptra, Desa Jaya Asri, Kecamatan Metro Kibang, pada Minggu (5/10/2025). Di ruangan sederhana yang dipenuhi semangat belajar, para guru sekolah dasar duduk melingkar, memerhatikan dengan antusias setiap gerakan tangan dan intonasi suara para narasumber. Hari itu, mereka bukan sekadar pendidik, tapi juga pendongeng—pencerita yang siap menghidupkan imajinasi anak-anak di ruang kelas.

Workshop Mendongeng ini merupakan kegiatan kedua dari rangkaian Festival Literasi SIKAP Kaliptra 2025, yang diinisiasi oleh Teras Baca Kaliptra sebagai bagian dari gerakan literasi masyarakat di Lampung Timur. Sebanyak 20 peserta, sebagian besar guru SD dari wilayah Metro Kibang, mengikuti kegiatan ini dengan semangat belajar yang tinggi.
Tujuan kegiatan sederhana namun mendalam: mengembalikan seni mendongeng sebagai bagian dari pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna. Dalam era digital yang serba cepat, dongeng menjadi oase yang menenangkan—tempat anak-anak belajar nilai moral, empati, dan daya imajinasi yang luas.
Hadir pula tokoh-tokoh pendidikan yang memberikan dukungan dan motivasi. Ketua Pengawas Sekolah se-Kecamatan Metro Kibang, Ibu Muryati, menegaskan pentingnya sinergi antara komunitas literasi dan lembaga pendidikan. “Kami berharap kerja sama antara sekolah dan Kaliptra dapat terus berlanjut agar kegiatan literasi semakin terarah dan berkesinambungan,” ucapnya.
Sementara Bapak Arifin, Ketua KKG Metro Kibang, melihat kegiatan ini sebagai ruang inspiratif bagi guru untuk memperkaya metode mengajar. “Mendongeng adalah seni yang bisa mengubah suasana kelas menjadi hidup dan menyenangkan. Guru yang pandai bercerita akan selalu dikenang muridnya,” katanya.
Hal senada disampaikan oleh Bapak Sama’i, Ketua KKKS Metro Kibang, yang menekankan bahwa mendongeng memiliki peran besar dalam pembentukan karakter anak. “Melalui cerita, anak belajar memahami perasaan, menghargai perbedaan, dan membangun imajinasi yang sehat,” tuturnya dengan penuh keyakinan.
Tiga narasumber utama dihadirkan dalam kegiatan ini. Kak Jarwo membuka sesi dengan Dasar-Dasar Mendongeng—mengajarkan teknik vokal, pemilihan cerita, serta cara menarik perhatian audiens. Dilanjutkan oleh Kak Andika Septian (Goendol) yang mengajak peserta bereksperimen dengan ekspresi wajah, gerak tubuh, dan tempo bercerita. Terakhir, Kak Ahmadun menutup kegiatan dengan praktik langsung penggunaan alat bantu seperti boneka, musik, dan efek suara yang membuat suasana semakin hidup dan berwarna.
Sesi demi sesi berjalan penuh interaksi. Para guru tak hanya mendengarkan, tapi juga mempraktikkan teknik mendongeng dengan gaya masing-masing. Beberapa peserta tampak gugup di awal, namun seiring waktu, suara mereka berubah mantap—penuh karakter dan cerita. “Awalnya saya canggung, tapi ternyata mendongeng itu menyenangkan. Anak-anak pasti suka kalau kita bercerita seperti ini,” ujar salah satu peserta sambil tersenyum.
Di balik kesederhanaannya, kegiatan ini menyimpan makna yang dalam. Teras Baca Kaliptra membuktikan bahwa literasi tidak melulu soal membaca dan menulis, tetapi juga tentang menyampaikan pesan dengan hati. Dongeng menjadi medium untuk menumbuhkan kecerdasan emosional, membangun karakter, dan menanamkan nilai-nilai luhur melalui kisah yang dekat dengan kehidupan anak-anak.
Sebagai bagian dari Festival Literasi SIKAP Kaliptra 2025, workshop ini menegaskan komitmen Kaliptra dalam membangun ekosistem literasi yang inklusif dan berkelanjutan di Lampung Timur. Lewat mendongeng, para guru belajar kembali bahwa pendidikan sejatinya adalah seni menyentuh hati—dan setiap cerita adalah cahaya kecil yang bisa menuntun anak-anak menuju masa depan penuh harapan.
(Ari)