
Metro, 30 November 2025 — Kiki Rahmatika melalui Hujan Hijau Dance Lab bersama Dewan Kesenian Metro (DKM) dan dukungan Dinas Pendidikan dan Kebudayan Kota Metro menyelenggarakan Seminar Kebudayaan di Bidang Tari yang mengkolaborasikan unsur seni, sains, dan teknologi. Kegiatan ini merupakan bagian dari Program Fasilitasi Pemajuan Kebudayaan dengan dukungan Balai Pemajuan Kebudayaan Wilayah VII Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia bagi dukungan Perseorangan.
Seminar budaya ini merupakan Serangkaian program Pementasan dan bedah karya tari yang digagas Kiki Rahmatika yang diberi tajuk INERTIA. Inertia sendiri merupakan kegiatan yang bertujuan meningkatkan kreativitas dan kesadaran generasi muda tentang pentingnya budaya lokal melalui kolaborasi seni tari dengan sains dan teknologi. Acara ini menekankan bagaimana budaya lokal dapat dipadukan dengan pendekatan ilmiah dan teknologi untuk menciptakan karya yang inovatif sekaligus meningkatkan kemampuan berpikir kritis, analitis, kepercayaan diri, dan komunikasi peserta. Kegiatan yang dilaksanakan pada minggu, 30 November 2025 ini dilaksanakan di Gedung Nuwo Budayo Metro dan di ikuti beragam peserta yang terdiri dari Pelajar, Mahasiswa, Guru, Akademisi, Seniman, dan Masyarakat umum. Kegiatan.
Pembukaan dimulai sejak pukul 09.00 WIB bertempat di Lantai 2, Gedung Nuwo Budayo Metro. Acara dibuka pertama dengan pemaparan kiki selaku penanggung jawab program mengenai kegiatan seminar budaya. “kegiatan ini Melibatkan seniman profesional, praktisi, serta narasumber dari bidang seni dan sains. kegiatan ini diharapkan mampu melahirkan generasi muda yang lebih peduli pada pelestarian budaya, menghasilkan karya kreatif berbasis budaya lokal, dan memahami bahwa seni, sains, serta teknologi dapat saling melengkapi dalam pengembangan karya” ucapnya.
Sambutan kedua disampaikan oleh Walikota Metro yang wakili oleh Deddy Hasmara, S.STP., M.Si selaku Sekertaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Metro, ia menyampaikan bahwa Pemerintah Kota Metro mendukung kerja kolaboratif dan kreatif yang dilakukan oleh seniman bagi tumbuh kembang budaya yang ada serta menjadi bagian dari visi kota metro yang berbudaya. “kami berharap Seminar Budaya ini menjadi ruang eksplorasi dan dialog kreatif antara seniman, akademisi, dan masyarakat mengenai perkembangan seni yang bersinergi dengan perkembangan teknologi serta berkelanjutan” ucapnya.
Sambutan ketiga di sampaikan oleh Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VII Bengkulu Lampung yang diwakilkan ole Deni Ardiansyah, ia menyampaikan bahwa seminar yag mengangkat tema “Produksi Karya Tari terhubung dengan Sains dan Teknologi”, sebuah tema yang unik namun sangat relevan dengan perkembangan zaman.
“Bapak Ibu dan hadirin sekalian, Pada era modern saat ini, batas antara disiplin ilmu semakin kabur Sains memberikan pemahaman, seni tari memberikan ekspresi, dan teknologi memberikan inovasi. Ketiganya bukan lagi berdiri sendiri, melainkan saling menguatkan Dalam dunia seni tari, sains berperan dalam memahami anatomi tubuh, ritme, dan dinamika gerak. Sementara itu, teknologi menghadirkan kemungkinan baru-mulai dari pencahayaan digital, motion capture, augmented reality, hingga berbagal platform yang memungkinkan karya tari dapat dinikmati oleh lebih banyak orang. Melalui seminar ini, kita berharap dapat membangun cara pandang baru: bahwa kolaborasi lintas Ilmu bukan hanya memperkaya kreativitas, tetapi juga membuka peluang besar untuk pendidikan, penelitian, dan Industri kreatif di masa depan. Kementerian Kebudayaan selalu berusaha untuk memfasilitasi dan berkolaborasi bersama lingkungan kesenian melalui kerja kerja dalam pengembangan dan pemajuan kesenian. Salah satu wahana untuk kolaborasi itu adalah melalui Fasilitasi Pemajuan Kebudayaan yang terbuka untuk diakses oleh beragam cabang kesenian, baik Iewat kegiatan perorangan maupun kelompok. Pada tahun 2025, Balai Pelestarian Kebudayaan telah membuka program Fasilitasi Pemajuan Kebudayaan dalam dua tahap, pada tahap pertama memberikan Fasilitasi untuk 28 kegiatan yang dilakukan oleh 18 per orangan dan 10 kelompok. Sedangkan pada tahap kedua memberikan kepada 30 perorangan dan 17 kegiatan kepada kelompok. Akhir kata semoga kegiatan ini membawa manfaat”. Ucapnya.
Kegiatan resmi dibuka dan dilanjutkan dengan Seminar Budaya. Menghadirkan para narasumber profesional dari berbagai disiplin seni dan kajian budaya, yakni: Arco Renz (Belgia) seorang Koreografer dan Dramaturg yang menyampaikan materi Seni dan Sains. Iswadi Pratama (Indonesia) seorang Sastrawan dan Sutradara teater yang menyampaikan Budaya dan Teknologi, serta Iin Mutmainah (Indonesia) seorang Produser & Promotor Pertunjukan menyampaikan pengelolaan Produksi dalam Seni Pertunjukan. Acara di pandu oleh Regitania RR. Selain penyampaian materi, seminar juga akan dilengkapi sesi diskusi dan tanya jawab yang melibatkan seluruh peserta.
Sesi pertama oleh Arko Renz dari Belgia dalam rangkaian Seminar Budaya, Seni, Sains, dan Teknologi, di mana ia menguraikan bagaimana seni dan kreativitas manusia memiliki hubungan yang sangat dekat dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta kemajuan teknologi modern; melalui penjelasan yang reflektif, Arko menekankan bahwa seni bukan hanya ekspresi estetis, tetapi juga cara berpikir yang mampu membuka perspektif baru dalam memahami realitas ilmiah dan perubahan sosial yang terjadi di masyarakat; ia menunjukkan bahwa pendekatan multidisipliner — yang menggabungkan kepekaan budaya, imajinasi artistik, metode ilmiah, dan inovasi teknologi — dapat menciptakan ruang dialog yang lebih kaya dalam merespons tantangan zaman, serta membantu menerjemahkan gagasan ilmiah yang kompleks menjadi bentuk-bentuk yang lebih manusiawi, komunikatif, dan mudah diakses publik, sehingga seni dapat berperan sebagai jembatan yang menghubungkan dunia sains dan teknologi dengan kehidupan sehari-hari.
Sesi kedua disampaikan oleh Iin Mutmainah yang menyampaikan bahwa Iin Mutmainah, menjelaskan proses kreatif di balik karya tari “Inersia” yang dibawakan oleh Kiki. Sebagai produser, ia memaparkan bagaimana karya tersebut memadukan sains (hukum Newton 1), seni tari, tradisi budaya, dan teknologi menjadi satu pertunjukan yang bermakna. Ia bercerita tentang perjalanan Kiki selama 8 bulan riset, latihan, serta komunikasi dengan mentor maupun tim kreatif. Konsep fisika tentang ineria (kemampuan massa untuk mempertahankan keadaan diam atau bergerak) dijadikan dasar gerak — Kiki berdiri di atas kuali sebagai simbol perempuan dan tradisi Padang. Meditasi, kesadaran napas, ritme, serta respon terhadap gangguan (dilambangkan dengan lonceng) menjadi inti dari penampilan tersebut. Iin menekankan bahwa pertunjukan tidak diberi narasi panjang; penonton dibiarkan menafsirkan sendiri makna gerak, ketegangan, dan tantangan menjaga keseimbangan. Bagi produser, tantangan terbesar adalah memastikan penari tidak jatuh dari kuali — karena itu akan menggagalkan makna “inersia” itu sendiri.
Sesi ketiga disampaikan oleh iswadi pratama yang menyampaikan menjelaskan hubungan antara sains, teknologi, dan seni dengan menekankan bahwa ketiganya tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan manusia. Ia menyebut bahwa sains bertugas menjelaskan dan menjawab, teknologi mengubah pengetahuan menjadi alat dan metode, sedangkan seni bertugas menggali makna, rasa, dan imajinasi. Dengan berbagai contoh — mulai dari kerja tubuh manusia, sistem sel, gravitasi, hingga fenomena kuantum — ia menunjukkan bahwa alam dan tubuh kita sesungguhnya sudah memiliki “teknologi” bawaan. Pembicara juga menyoroti bahwa masyarakat lama memiliki pengetahuan lokal yang dibungkus “mitos”, yang sebenarnya berfungsi menjaga harmoni manusia dengan alam. Di sisi lain, teknologi modern menciptakan “mitos baru” seperti ketergantungan pada ponsel yang membentuk eksistensi manusia. Ia menutup dengan penegasan bahwa seni, termasuk tari dan teater, menggunakan teknik seperti halnya teknologi, tetapi tujuan akhirnya adalah menyampaikan makna, rasa, dan kesadaran yang lebih dalam tentang tubuh dan kehidupan. Ucapnya mengakhiri materi.

Kegaiatan seminar ini sangat antusias dikuti peserta, dimana para peserta aktif menyampaikan pertanyaan dan berdiskusi langsung dengan pembicara, diakhir sesi Seminar Budaya ini menjadi ruang kolaboratif yang mempertemukan perspektif seni, sains, dan teknologi dalam memahami dinamika kebudayaan masa kini. Para pembicara menekankan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan inovasi teknologi tidak dapat dipisahkan dari peran seni sebagai medium refleksi, ekspresi, dan pembentukan kesadaran manusia. Melalui pemaparan materi, studi kasus karya seni, serta diskusi interaktif, peserta diajak melihat bahwa kebudayaan adalah entitas hidup yang terus berubah, dipengaruhi oleh cara manusia berpikir, merasakan, dan beradaptasi dengan lingkungannya. Kegiatan ini tidak hanya memperluas wawasan, tetapi juga menginspirasi peserta untuk membangun pendekatan multidisipliner dalam berkarya dan membaca realitas sosial dengan lebih kritis dan kreatif.